Feb 16, 2010

* Sejarah Masyarakat Bugis di Pulau Pagatan


Picture From wisata.voucher-hotel.com

Pulau Pagatan yang terletak di Kabupaten Tanah Bumbu propinsi Kalimantan Selatan, Pulau Pagatan dikenal dengan panorama pantai yang sangat indah dan menjadi salah satu obyek wisata yang di banggakan oleh masyarakat Kalimantan Selatan. Dan terpenting di pulau ini sangat identik dengan festival lautnya yang diadakan setiap tahun dan merupakan kalender event yang tetap yaitu :

• Mappanretasi di Desa Pagatan, kecamatan Kusan Hilir, Tanah Bumbu
• Maccera’tasi di desa Sarang Tiung

Sekelumit tentang Pagatan dimana masyarakat yang mendiami Pulau ini mayoritas Bugis dan merupakan daerah tempatan yang sudah di bina sekitar abad ke 17 dan ini sangat terlihat karena Pulau ini juga menjadi saksi pernah berdiri sebuah kerajaan yaitu Kerajaan Pagatan.

Dalam hikayat Banjar daerah Pagatan tidak pernah disebutkan hanya mulai dikenal di abad ke 17 tepatnya di tahun 1750. Pulau Pagatan dibina oleh masyarakat perantau Bugis terutama yang berasal dari Wajo dari pengaruh faktor politik yang berkembang di beberapa kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan terutama akibat dari perang Makasar. Sosok tokoh yang paling berjasa akan terbinanya masyarakat Pulau Pagatan adalah Puanna Dekke . tokoh ini juga dikenal di masyarakat Kabupaten Pasir kalimantan Timur karena beliau pertama merantau menjadikan Pasir sebagai daerah tujuan namun berpindah ke pulau Pagatan. Atas izin Sultan Banjar VII yang bernama Susuhunan Nata Alam atau Penembahan Batu dari dinasti Tamjidullah I ( 1734) Puanna Dekke dan beberapa masyarakat perantau Bugis akhirnya membuka Pulau Pagatan menjadi sebuah kampung. Namun dibeberapa referensi lain Pagatan mulai terbina di tahun 1729 setelah Puanna Dekke meninggakan Pasir dari persetujuan La Madukelleng. Hal ini disebabkan Puannya Dekke juga merupakan salah satu dari 8 bangsawan Wajo yang menemani La maddukelleng meninggalkan Wajo.

Tokoh lain yang terkenal pada hikayat Banjar yang berhubungan dengan Pulau Pagatan adalah La Pangewa. Beliau adalah keponakan dari Puanna Dekke putra dari Datu Lompulle dan menikah dengan I Walle Petta Coa ( untuk silsilah beliau bisa ditelusuri langsung pada keturunan Besse Pagatan) Beliau juga yang menjadi tokoh perantau Bugis yang masuk dalam struktural pemerintahan Kerajaan Banjar yang di kenal dengan gelar Kapitan Lay Pulo semacam gelar Panglima tertinggi Armada Laut Kerajaan Banjar. Gelar ini didapat diperoleh dari Sultan Banjar VIII yaitu Sultan Tahmidullah II dalam membantu menghancurkan pasukan Pangeran Amiri bin Sultan Kuning dalam upaya perebutan mahkota kerajaan Banjar. Dalam perjalanannya Pagatan menjadi daerah sentral armada laut. Pada tahun 1850 Pagatan digabung menjadi daerah federasi yang digabung dengan kerajaan Kusan pada masa pemerintahan Pangeran Djaja Soemitra anak dari Pangeran Nafis menjadi Raja Kusan IV (1840-1850) dan akhirnya di bentuklah sebuah Federasi kerajaan Pagatan Kusan yang terletak di Hulu sungai Kusan yang bermuara di laut Jawa dan menjadi Pagatan masuk wilayah konfiderasi Kusan yang saat ini disebut Lasung.
Pada masa penjajahan Belanda Kerajaan Pagatan Kusan merupakan salah satu daerah leenplichtige landschappen dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe. Menurut Staatblaad tahun 1898 Nomor 178, wilayah Afdeeling ini beribukota di Kotabaru (Pulau Laut). Adapun wilayahnya meliputi ; Pasir, Pagatan, Manoenggoel, Bangkala’an dan Tjantoeng (Kelumpang), Sampanahan (Pamukan), Batoe Litjin, Sabamban, dan Poelau Laoeut (Pulau Laut) serta Seboekoe (Pulau Sebuku).
Wilayah Kerajaan Pagatan Kusan cukup kecil, hanya merupakan sebuah kecamatan, atau dapat disamakan dengan Lalawangan (Distrik) seperti yang terdapat di wilayah Hulu Sungai (sekarang Benua Enam) pada masa itu. Di wilayah Hulu Sungai pada waktu itu terdiri atas 9 Distrik yaitu ; Tabalong, Kelua (kini masuk Kabupaten Tabalong), Balangan (dulu termasuk Hulu Sungai Utara sebelum jadi Kabupaten), Amuntai (ibukota Hulu Sungai Utara), Alabio (masuk Hulu Sungai Utara), Batang Alai (kini masuk Hulu Sungai Tengah), Negara dan Amandit (Hulu Sungai Selatan), Margasari (Tapin), serta Benua Empat.


Fhoto from Bakarasan Community

Dibawah ini adalah nama-nama toko yang pernah menjadi raja di Kerajaan Pagatan Kusan yaitu :

1. La Pangèwa (1755-1800), Raja Pagatan I bergelar Kapitan Laut Pulo.
2. La Palèbi (1830-1838), Raja Pagatan II.
3. La Paliweng (Arung Abdul Rahim), 1838-1855, Raja Pagatan III.
Pangeran Djaja Soemitra anak dari Pangeran Nafis menjadi Raja Kusan IV (1840-1850), pindah ke kampung Malino, menjadi Raja Pulau Laut I pada tahun 1850 hingga 1861. Sejak tahun 1850 pemerintahan Kerajaan Kusan digabung dengan Kerajaan Pagatan.
4. La Matunra (Arung Abdul Karim), 1855-1863, Raja Pagatan dan Kusan.
5. La Makkarau (1863-1871).
6. Abdul Jabbar (1871-1875).
7. Ratu Senggeng (Daeng Mangkau), 1875-1883.
8. H. Andi Tangkung (Petta Ratu), 1883-1893.
9. Andi Sallo (Arung Abdul Rahman), 1893-1908.
Dari 9 nama raja yang memerintah Pagatan dan Kusan semuanya identik dengan nama Bugis sehingga itulah menjadi ciri khas bahwa Pagatan merupakan daerah pembinaan masyarakat Bugis yang terbina dan hidup berdampingan dengan masyarakat Banjar dan lain-lain. Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan adalah Tiap Lalawangan dipimpin seorang bergelar Kiai Tumenggung, yaitu Kepala Bubuhan yang diakuh Sultan Banjar memimpin daerah tersebut. Demikian pula pada daerah-daerah suku Dayak di Kalimantan Tengah. Raja Pagatan merupakan Kepala ‘Bubuhan’ suku Bugis yang berada di wilayahnya tersebut. Dan Kerajaan Pagatan ini tak bisa disamakan kedudukannya dengan Kerajaan atau Kesultanan Banjar (Negara Dipa) yang sudah ada sejak abad XIV Masehi, yang wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar wilayah Kalimantan.

Sumber :
http://www.kalselprov.go.id/info-pariwisata/pantai-pagatan
Wikipedia Indonesia
http://akudiadanrock.blog.friendster.com/tag/bugis/
http://imisuryaputera.wordpress.com/

0 komentar:

Post a Comment