Sebagai pendatang dari sebuah negeri yang memiliki tamadun yang tinggi, tak pelak lagi bahwa mereka menjadi tempat bertanya bagi penduduk tempatan. Mereka bergaul dengan tidak ada merasa asing lagi, dan dari hari kehari pergaulan mereka semakin akrab. Namun sebagai suami istri yang sudah lama menikah, mereka belum dikaruniai seorang anak.
Didorong oleh rasa ingin memiliki anak, akhirnya mereka mengangkat seorang anak perempuan, kemudian diberi nama Intan. Selang beberapa lama Ibu angkat Intan hamil pula, dan tak beberapa lama kemudian lahir pula seorang anak perempuan yang mereka beri nama Encik Mas.
Buka saja pertumbuhan dan perkembangan kedua anaknya saja semakin hari semakin bertambah, demikian pula halnya dengan laut Muntai / Selat Malaka yang kian ramai dilewati perahu-perahu asing. Mengingat letak kampung Muntai sangat berdekatan sekali dengan Bandar Malaka dan banyaknya pendatang yang datang membeli buah suntai, maka oleh Ayah Encik Mas mengusulkan kepada Batin Muntai agar ditunjuk seseorang menjadi Datuk Bandar yang berkedudukan di Muntai. Setelah melalui beberapa ujian sepakatlah seluruh Batin menunjuk Ayah Encik Mas menjadi Datuk Bandar Bengkalis yang pertama.
Pada tahun 1675 Masehi Datuk Bandar pertama Bengkalis meninggal dunia dan hal ini seiring dengan beranjak dewasa kedua putrinya, sebagai penggantinya maka ditunjuklah anak kandungnya Encik Mas sebagai Datuk Bandar Bengkalis yang kedua.
Dalam upaya menjaga ketertiban dan ketentraman pulau Bengkalis, Encik Mas telah membentuk badan keamanan di dalam Bandar dan beliau tidak mengizinkan untuk mendirikan angkatan bersenjata dan kenderaan laut, karena menurut beliau bila hal ini dibentuk akan menimbulkan niat jahat menyerang negeri lain.
Kedatangan Perantau Bugis Wajo
Selang beberapa waktu kemudian, sekitar tahun 1680 Masehi, Pulau Bengkalis didatangi oleh sebuah perahu layer, kalau ditinjau dari peralatannya dapatlah dikatakan sebuah kapal perang dari Sulawesi Selatan yaitu Wajok. Didalamnya terdapat empat orang putra Sultan Wajok, yaitu masing-masing bernama Daeng Tuagik, Daeng Puarik, Daeng Ronggik dan Daeng Senggerik.
Selang beberapa purnama tinggal di Bengkalis, mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalannya dan mohon diri kepada Datuk Bandar. Akan tetapi salah seorang dari mereka ini, yaitu Daeng Tuagik tidak ikut melanjutkan perjalanan, dengan alasan bahwa beliau belum puas tinggal di Bengkalis.
Selama tinggal di Bengkalis timbul niatnya untuk mempersunting Encik Mas. NIat tersebut disampikannya kepada Encik Mas, ternyata niat Daeng Tuagik mendapat tanggapan baik dari Encik Mas.
Melalui perantaraan orang-orang Encik Mas menyampaikan syarat-syarat yang harus dipenuhi oelh Daeng Tuagik bila kelak menjadi suami Encik Mas, yaitu sebagai berikut :
1. Keturunannya (Daeng Tuagik dengan Encik Mas) hingga keanak cucu nantinya,????tidak boleh memakai gelar dari Sulawesi.2. Daeng Tuagik sendiri tidak boleh membentuk angkatan bersenjata di laut,????sebagaimana terdapat dalam dasar pemerintahan Bugis.
Maka diterimanyalah syarat-syarat tersebut. Tidak beberapa lama kemudian diadakan acara peminangan dan berlanjut dengan dilaksanakan acara yang meriah sekali .
Pada usia perkawinan Datuk Bandar Bengkalis dengan Daeng Tuagik genap satu tahun bertepatan dengan itu pula atas mufakat bersama ditabalkan Daeng Tuagik sebagai ketua Panglima-panglima yang ada di Bengkalis dengan gelar Panglima Tuagik, di bawah Pemerintah Datuk Bandar Bengkalis.
Panglima Tuagik adalah keturunan dari dua suku Bangsa Bugis yang dikenal gagah berani dan perkasanya, yaitu mengarungi lautan dan menghapuskan segala perampok atau menghadang kapal-kapal Belanda yang berniat menjajah bangsanya.
Ibu Negeri Bengkalis Dipindahkan Dekat Sungai Bengkalis
Lukisan perkampungan di Bengkalis Riouw, Sumatera 1904
Daeng Tuagik berniat memindahkan ibu Negeri Bengkalis. Hal ini disampaikannya kepada Istrinya Datuk Bandar Bengkalis dengan alasan Ibu Negeri sekarang tidak sesuai lagi dengan keadaan, menurutnya harus dipindahkan dekat Sungai Bengkalis yang posisinya menghadap Selat Bengkalis.
Sekitar tahun 1690 Masehi Encik Mas melahirkan seorang anak laki-laki, maka mereka memberi nama Jamal dan setelah anak ini dewasa dinamakannya Encik Jamal. Setelah berumur tiga puluh tahun, maka oleh Ibundanya diangkatlah Encik Jamal sebagai Datuk Bandar Jamal.
Sekitar tahun 1720 Masehi terpikir pula oleh Datuk Bandar Jamal, untuk membuat sebuah perahu, maka dibuatnyalah sebuah perahu yang amat besar, perahu tersebut menyerupai perahu-perahu yang banyak terdapat di daerah Sulawesi. Setelah perahu tersebut siap maka perahu itu diberi warna kuning bertumpuk-tumpuk pada bagian badannya dengan memakai layer Bugisnya. Layer dan Jip (layar kecil di depan) berwarna putih. Perahu yang besar itu diberi nama Lancang kuning. Pada tahun 1720 Masehi itu juga dikawinkanlah Datuk Bandar Jamal dengan anak Datuk Batin Senderak.
Panglima Tuagik Ikut Menyerang Johor
Setelah mendengar maksud dan tujuan Yang Dipertuan Raja Kecil, orang-orang Bengkalis ingin bersama-sama membantu perjuangan Raja Kecil itu. Untuk membantu maksud tersebut dibentuklah sebuah angkatan yang dikepalai oleh Datuk Panglima Tuagik, siap siaga menunggu perintah. Dipenghujung tahun 1720 Masehi Pasukan Panglima Tuagik beserta Raja Kecik berlayarlah menuju Johor.
Setelah Pertempuran hamper reda dan keadaan dapat dikendalikan, Yang Dipertuan Raja Kecil dilantik menjadi Sultan Johor yang Bergelar Sultan Abdul Jalil Rakhmad Syah pada tahun 1720. adapun Panglima Tuagik, setelah Penabalan Yang Dipertuan Raja Kecil menjadi Sultan, Iapun kembali ke Bengkalis beserta Panglima-panglima membawa kemenangan yang gemilang. Semenjak kepulangan itu Beliau selalu saja berada dalam Lancang Kuning Anaknya.
Pada tahun 1722 Masehi ibunda dari Datuk Bandar Jamal yaitu Encik Mas jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Adapun istri dari Datuk Bandar Jamal melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Encik Ibrahim.
sumber :
Dari Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Bengkalis
Dari Mahasiswa Politeknik_Bengkalis (@BDUL_RAHMAN)
0 komentar:
Post a Comment