Oct 28, 2010

* Perjuangan Ketujuh Tokoh Pergerakan Kebangsaan di Makassar dan Serui (Yapen) Papua

Oleh : Ir. Zainuddin Daeng Maupa


The 7 exiles and Oom Silas Papare

Disampaikan pada peringatan Sarasehan Syukuran Makassar Serui (SSMS96) di Ujung Pandang , 30 Juli 1996, dalam rangka mengenang 50 tahun pembuangan ketujuh tokoh pergerakan kebangsaan Makassar ke Serui, Yapen, Irian Jaya oleh penjajah Belanda

PENDAHULUAN

Dalam mengenang kembali peristiwa yang terjadi di Sulawesi Selatan dan Serui ± 50 tahun yang lalu, perkenankanlah kami untuk menjelaskan peranan ketujuh tokoh pergerakan / pemimpin itu di Makassar. Melalui sarasehan ini, kami mendekati latar belakang pergerakan di daerah ini, tanpa maksud meremehkan dan atau membesar – besarkan peran beliau – beliau. Kami mencoba mendekatinya melalui publikasi yang ada, apa yang kami dengar dan ataupun alami langsung, karena untuk bagian – bagian tertentu kami ikut turut berperan didalamnya melalui cara seobyektif mungkin. Selanjutnya atas kepercayaan dari keluarga penerus ketujuh tokoh ini dalam menyusun uraian ini pada tempatnya kami mengucapkan banyak terima kasih. Dan bila terdapat kekurangan didalamnya terbuka untuk dikoreksi.

PERANAN DR. G.S.S.J. RATULANGIE DKK DI MAKASSAR

Sejalan dengan kebijaksanaan pemerintah pendudukan Jepang (RIKU – GUN) di Jakarta, oleh pihak MINSEI-FU (KAI-GUN) di Makassar, sejak awal pendaratan tentara Jepang disini, telah merangkul Lanto Daeng Pasewang, H. Sewang Daeng Muntu, M. A. Pelupessy, Tio Heng Sui dan H. Nusu Daeng Mannangkasi sedangkan Nadjamuddin Daeng Malewa diangkat menjadi Walikota Makassar pada bulan Mei 1945, melalui wadah : SYUKAI-GIIN, merupakan Badan Penasehat Penguasa MINSEI-FU. Pada akhir tahun 1944, tiba dari Jakarta rombongan DR. Ratulangie, Pondaag dan Tobing, kemudian menyusul Mr. Tajuddin Noor dan Mr. A. Zainal Abidin.
Kehadiran beliau – beliau dimaksud untuk memperkuat barisan pro kemerdekaan segera beliau tiba di Makassar, maka wadah diatas berganti nama : SUMBER DARAH RAKYAT (SUDARA) dalam bahasa Jepang : KEN KOKU DOSIKAI. Wadah ini dipimpin oleh Lanto Daeng Pasewang, A. Mappanyukki dan Mr. Tajuddin Noor, sebagai akibat kekalahan demi kekalahan
yang dialami pihak Jepang di kepulauan Solomon. Wadah ini berkembang pesat, meliputi seluruh potensi perjuangan di Sulawesi Selatan, serta merupakan mantel organisasi binaan tokoh – tokoh pemuda antara lain : A. Mattalatta, Saleh Lahode, Amiruddin Mukhlis, Manai Sophian Sunari, Sutan M. Yusuf SA, Man, Y. Siranamual, dll. Kunjungan Ir. Soekarno dan rombongan ke Makassar pada tanggal 28 April s/d 2 Mei 1945, merupakan suatu momentum sejarah karena lebih membangkitkan dan membakar semangat kemerdekaan, baik melalui pertemuan khusus dengan para tokoh masyarakat ataupun melalui rapat umum di lapangan Hasanuddin, dimana ribuan pemuda (pemudi) menghadiri pengibaran bendera “Merah – Putih”. Agaknya para tokoh – tokoh itu menerima isyarat kemerdekaan dari Bung Karno, karena peristiwa tanggal 30 April 1945 itu sangat penting bagi perjuangan selanjutnya di Sulawesi Selatan.
Dalam posisi Jepang yang makin terjepit oleh pihak sekutu, para pemuka masyarakat itu, yang tergabung dalam SUDARA, menyempurnakan struktur dan personalia di perluas dengan susunan sebagai berikut :

Ketua Kehormatan : A.Mappanyukki
Ketua Umum : DR. G.S.S.J. Ratulangie
Ketua Pusat : Lanto Daeng Pasewang
Kepala Bagian Umum : M. A. Pelupessi
Kepala Tata Usaha : A. N. Hajarati
Kepala Bag. Pendidikan : Abd. Wahab Tarru
Komando Pusat : G. R. Pantouw, H. M. Tahir, M. Suwang Dg. Muntu
Majelis Pendidikan Pusat : Najamuddin Daeng Malewa, Mr. S. Binol Maddusila Daeng
Paraga

Pembentukan cabang awal di Pare – Pare yang diprakarsai oleh A. Abdullah Bau Massepe, yang diresmikan pada tanggal 30 Juni 1945 oleh Ketua Umum atas nama Ketua Kehormatan, kemudian diikuti Cabang Bosowa di Watampone oleh A. Pangeran Daeng Parani dan seterusnya meliputi seluruh Sulawesi Selatan. Pembinaan hadir diketuai oleh Mr. Tajuddin Noor di Watampone.
(Catatan : Keluarga Ratulangie mengungsi ke Watampone, ingat pembunuhan massal cendikiawan oleh Jepang di daerah tambang emas di Kab. Sambar (Kal-Bar). Mengenai bapak Suwarno adalah bekas Kepala Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tahun 1936 di Makassar sebagai orang Jawa yang berprinsip : “Sepih ing pamrih, rame ing gawe” Para pimpinan SUDARA sekaligus menjadi penggerak dan propagandis yang tekun dan ulet. Hubungan dengan tokoh – tokoh pemerintahan dijalin dengan baik antara lain Ince Saleh Daeng Tompo, Abd. Salam Daeng Masikki, Mangkulla Daeng Patompo, M. Yunus Daeng Mile (semuanya ex Bestuur Ambtenaar) demikian pula dengan para tokoh pemuda diatas. Pembentukan kekuatan mempunyai dua tujuan yang antagonistis, yaitu : bagi kepentingan Jepang, untuk perang semesta dan dipihak lain diarahkan untuk menuju kemerdekaan I ndonesia.
Sementara SUDARA melebarkan sayapnya dan membina kesadaran politik di kalangan rakyat, diterima surat undangan dari Badan Pekerja Untuk Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada tanggal 7 Agustus 1945, untuk mengirim utusan yang paling terpercaya untuk menghadirinya dan disepakati secara bulat, yaitu :

A. Mappanyukki, DR. G.S.S.J. Ratulangie dan A. Sultan Daeng Raja dan Sekr. Mr. A. Zainal Abidin.

Andi Mappanyukki berhalangan hadir, karena puncak perayaan perkawinan puteri beliau mendapatkan A. Jemma (Datu Luwu) dan karenanya diwakili oleh A. Pangerang Daeng Parani. Mereka menuju ke Jakarta pada tanggal 10 Agustus 1945.
Karena alasan pembubaran BUPK oleh Pemerintah Jepang di Jakarta, maka pimpinan Nasional menggantikannya dengan nama : Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Atas restu Laksamana Maeda kelompok pemuda militan yang menerima inspirasi dari Bung Syahrir dan Tan Malaka mendesak pimpinan Nasional Soekarno – Hatta, yang mengetahui tentang Kapitulasi Jepang terhadap sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945, agar beliau – beliau segera memprolamirkan Kemerdekaan Indonesia, yang dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok.
Para utusan setempat menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jalan Pengangsaan Timur oleh Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia dan selanjutnya menghadiri PPKI pada tanggal 18 – 19 Agustus 1945.
Selanjutnya rombongan DR. Ratulangie kembali pada tangga 24 Agustus 1945, dan pesawat yang ditumpanginya mendarat di Sapiria dekat kota Bulukumba. DR. Ratulangie dan Mr. Andi Zainal Abidin balik ke Makassar, A. Sultan Daeng Raja menetap di Bulukumba karena alasan sakit, sedangkan A. Pangerang Daeng Parani langsung menuju ke Watampone. Setibanya DR. Ratulangie di Makassar, langsung menginap di Hotel Empress bersama Mr. A. Zainal Abidin selama seminggu.
Selaku Gubernur Sulawesi, beliau menyadari sedalam – dalamnya, bahwa posisi beliau amat sulit. Bandingkan dengan Gubernur Maluku Mr. Latuharhary yang tidak pernah ke Ambon. Pada pertemuan tanggal 28 Agustus 1945 antara DR. Ratulangie dengan para tokoh SUDARA di Makassar, terdapat kekecewaan di kalangan tokoh pemuda dan kecaman tajam dan Najamuddin Daeng Malewa (akhir Desember 1945, telah hilang dari penganut republikein).
Pada akhir bulan itu juga, DR. Ratulangie selaku Gubernur Sulawesi menyusun aparat pemerintahannya sebagai berikut :

Gubernur : DR. G.S.S.J. Ratulangie
Sekretariat : Mr. A. Zainal Abidin
Wakil Sekretaris : F. Tobing
Biro Umum : Lanto Daeng Pasewang
Biro Ekonomi : Najamuddin Daeng Malewa dan Mr. Tajuddin Noor
Biro Pemuda : Siaranamual dan Saelan
Biro Penerangan : Manai Sophian
Pembantu-Pembantu : A. N. Hajarati, GR. Pantouw, Syam, Supardi, Pondaag Dr. Syafrie
dan Saleh Lahade


Penyebaran berita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia itu disebarkan secara formal, melalui Tim DR. Ratulangie menuju ke Utara sedangkan Tim Lanto Daeng Pasewang ke Selatan dan beliau bertemu di Kota Sengkang.
Dimaksudkan untuk menyusun kekuasaan dan menggalang persatuan dengan makin santernya berita pendaratan tentara sekutu di Sulawesi Selatan. DR. Ratulangie tetap mempertahankan pendiriannya untuk tetap menghindari perlawanan bersenjata dan menggantikannya dengan jalan diplomasi, berdasarkan suatu perhitungan yang matang (calculated risk).
Beliau menghargai sifat – sifat heroisme masyarakat Sulawesi Selatan (Bugis – Makassar), tetapi dalam memperhitungkan situasi dan kondisi yang ada, ialah : Maluku dikenal sebagai Propinsi XIII Minahasa ke XII dari Propinsi Nederland, belum lagi penduduk NTT yang mungkin simpati dengan pihak Belanda. Dasar pertimbangan ini dikemukakan kepada kami bertiga di Serui secara lisan, dalam menyusun konsep buku, “Indonesia diatas Papan Catur Politik Internasional”. (Kami akan membahas inti – intinya kelak.)
Jika di Sumatera dan Pulau Jawa terjadi benturan fisik / pertempuran bersenjata, melalui perampasan senjata oleh para pemuda – pemuda, hal semacam itu ingin dihindari oleh beliau karena akan membawa ekses dendam kesumat (haatzaai) antara suku bangsa di wilayah ini.
Karenanya beliau tidak merestusi permintaan para pemuda militan melalui SUDARA untuk melucuti persenjataan tentara Jepang. Berbeda dengan daerah lainnya dimana pada awalnya Proklamasi Kemerdekaan didukung oleh para raja – raja termasuk raja – raja lokal. Kami pernah memperoleh penjelasan dari Lanto Daeng Pasewang bahwa beliau mengadakan Sumpah Setia dengan Arumpone A. Mappanyukkimdan Datu Luwu A. Jemma, “siapa yang mengkhianati RI akan digantikan isterinya”, dalam bahasa Bugis.
Jika A. Ijo (yang kemudian diangkat menjadi Raja Gowa oleh NICA pada bulan Desember 1946), beliau mengatakan kepada kami, bahwa beliau didahului oleh Najamuddin Daeng Malewa menggarapnya. Patut dijelaskan, bahwa pelucutan senjata Jepang, terjadi juga di Luwu dan Kolaka.

GERAKAN SISWA – SISWA PERGURUAN NASIONAL

Gerakan Kelompok Siswa Perguruan Nasional di Makassar yang dijiwai oleh Perguruan Taman Siswa Perguruan Nasional didirikan oleh DR. Ratulangie dan Lanto Daeng Pasewang dan Suwarno. Dibawah prakarsa Abd. Rivai Paerai, yang mengadakan pertemuan dengan Sdr. Syamsul Ma’arif dan La Ode Hadi bertempat di rumah Lanto Daeng Pasewang (ex Maradekaya weg No. 28) ; mereka memutuskan bahwa saat penyerangan dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober 1945, sesuai Hari Sumpah Pemuda pada jam 05.00 pagi. Sasaran penyerangan disusun sebagai berikut :

1. Kelompok Perguruan Nasional, dipimpin langsung oleh Abd. Rivai Paerai (alm.), menyerang Hotel Empress dimana CO – NICA Dr. Lion Cachet, berkantor dan menginap. Pangkalan penyerangan ditetapkan rumah Bapak Saelan (Tweede Zeestraat), memasuki sekolah Frater selanjutnya menuju sasaran : Kelompok ini akan dibantu oleh PEMUDA PATTUNUANG (lihat lampiran dalam bentuk skema).
2. Kelompok Perguruan ISLAM Datumuseng, menyerang kantor Polisi (ex kantor Gouverneur Grote Oost dan Min Seifu, Jepang) dengan dibantu oleh permuda dari kampung Baru. Dewasa ini menjadi kantor Walikota Kota Madya Ujung Pandang.
Catatan : Setelah Proklamasi kemerdekaan diproklamirkan dua perguruan dibuka di Makassar masing – masing Perguruan Nasional dan Perguruan Datu Museng yang dipelopori oleh H. Masyikur Daeng Tompo, H. Gazali Sackhlan, H. Darwis Zakaria, dan lain – lain ( lahir seminggu lebih dahulu dari Perguruan Nasional).
3. Kelompok Ka’ MINO, menyerang Radio dan dibantu oleh Pemuda Lariang Banggi. Ada dugaan dari kami bahwa gerakan tersebut direstui oleh Lanto Daeng Pasewang karena pada tanggal 27 Agustus 1945 pagi hari, kami diperintahkan untuk mengantar surat untuk Pajongan Daeng Ngalle (Karaeng Polongbangkeng) yang diterima oleh kurirnya di Palleko.
Kami berangkat naik sepeda bersama Rajadin Daeng Lau, agaknya direncanakan dan akan merupakan “terugval basis” bila gerakan ini dipukul mundur oleh pasukan Sekutu / NICA. Tepat pada jam 23.30 Sdr. Abd. Rivai Pae’rai menawarkan pengibaran bendera Merah Putih tepat pada jam 24.00 di depan hotel EMPRESS. Kami berdua yaitu Abd. Rachman Lanto (alm) melaksanakannya sesuai dengan perintah dan berjalan lancar tanpa gangguan apa – apa dari pihak Australia. Tetapi sial bagi kami, karena sekembalinya dari pelaksanaan tugas, Radjadin Daeng Lau, Abd. Latief Daeng Nyau dan kami sendiri ketiduran di garage Bapak Saelan mungkin karena kecapean melaksanakan tugas – tugas ke Palleko, ke Pattunuang dan pengibaran sangsaka Merah Putih.
Kurang lebih pada jam 02.30, kami bertiga meninggalkan rumah Bapak Saelan menuju sasaran, di Jalan Hasanuddin (sekarang) antara bioskop ISTANA dan GELAEL, kami terkepung oleh pasukan polisi yang dipimpin oleh Van der Pol. Yang membawa pistol Jepang adalah Rajadin Daeng Lau, pistol tersebut dilempar ke pinggir jalan dan diketemukan oleh mereka. Mereka akan mengikat kami, tetapi kami mengatakan tidak usah tuan, kami tidak akan lari, oleh der Pol mengatakan : “Engkau pemimpinnya, he ?”
Di Kantor Polisi (dewasa ini kantor Walikota UP), kami diinterogasir. Oleh Komisaris Polisi Koekrits diancam : “He Zainuddin engkau akan rata dengan tanah besok pagi”. Kami jawab “Terserah pada tuan – tuan.” Menjelang jam 05.00 pagi kami minta untuk shalat dan mereka mengizinkannya. Selesai shalat, kami lari meninggalkan dua teman kami itu dan kami ditembaki oleh mereka, Alhamdulillah kami selamat. Selamat karena tempat ini diserang oleh pemuda – pemuda kampung Beru dari arah Fort Rotterdam. Keduanya yang kami tinggalkan dimasukkan dalam kandang macan.
Sebahagian dari anggota penyerang Hotel Empress, menuju Polongbangkeng dan gugur sebagai kesuma bangsa antara lain : Emmy Saelan, Wolter Mongisidi, Koko Sam, Abdullah Saleh Tompo dan Moh. Noer Pabeta gugur kemudian pada serangan umum tanggal 1 Maret 1949 di Yogyakarta.Gerakan ini oleh pihak Belanda disebut Palagan I.
Seterusnya dimana – mana terjadi perlawanan fisik oleh para pemuda dan ataukan ekspedisi dari Pulau Jawa akibatnya timbul korban 40.000 jiwa. Akibat serangan umum itu, momentum perjuangan beralih keluar kota Makassar, ke pedalaman.
Secara politis kedudukan Gubernur Sulawesi DR. Ratulangie makin tersudut dan memindahkan pemerintahannya ke kota Watampone, melalui jaminan Arumpone A. Mappanyukki dan rakyatnya yang semula mendukung proklamasi RI. Tetapi pihak NICA mempraktekkan politik “bagi dan kuasai (verdeel en heers)” dengan cara membonceng pada pihak sekutu.
Pada bulan Nopember 1945, Gubernur Sulawesi membentuk badan perjuangan yang bercorak politik dengan nama PUSAT KESELAMATAN RAKYAT SULAWESI (PKRS) dengan susunan pengurus sebagai berikut :

Ketua : DR. G.S.S.J. Ratulangie (Gubernur Sulawesi)
Sekretaris : WST Pondaag
Bendahara : Suwarno
Wakil Ketua Komite Nasional Indonesia Selebes : Lanto Daeng Pasewang
Anggota – anggotanya :
1. H. Mansyur Daeng Tompo (Ketua Jamiah Islamiyah Selebes)
2. Inche Saleh Daeng Tompo (Wakil Golongan Pamong Raja)
3. J. Latumahina (Ketua Dewan Kristen Selebes)
4. Makki (Wakil Golongan Buruh)
5. H. Sewang Daeng Muntu (Ketua Muhammadiyah Cab. Sulawesi)
6. Sam (Kepala Bag. Pendidikan Pusat Keselamatan Rakyat)


Pada tanggal 21 Nopember 1945, Brigjen FO Chilton, mengeluarkan satu perintah kepada komandan bawahannya, bahwa NICA merupakan bahagian integral dari administrasi kemiliteran, dimana peraturan – peraturan dan perintah – perintahnya dilakukan atas kewenangan dari komando sekutu sewaktu setiap tindakan atas nama pemerintah RI dilarang.
Pada bulan Desember 1945 inisiatif sudah beralih ketangan NICA dan pada tanggal 18 Desember 1945, untuk pertama kalinya PKRS mengadakan perundingan dengan pihak CONICA. DR. Ratulangie cs tetap setia asas tujuan dan pendiriannya bersedia secara damai bekerjasama untuk pelaksanaan pembangunan demi kepentingan rakyat dan bangsa. DR. Ratulangie menyampaikan kepada DR. Lion Cachet mengenai asas dan pendirian PKRS sebagai berikut :

I. Pendirian Prinsipil Kami berdiri dibelakang RI sesuai UUD yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, dimana Selebes merupakan bahagian yang tidak dapat dipisahkan

II. Pertimbangan – pertimbangan untuk berunding
1. Nasib dari Indonesia akan ditentukan oleh konperensi yang akan diadakan antara pemerintah Pusat RI dengan wakil – wakil Pemerintah Belanda dan pada akhirnya oleh konperensi internasional PBB
2. Tindakan – tindakan yang akan diambil dalam hubungannya dengan konprensi – konprensi tersebut kami serahkan kepada Pemerintah RI di Jakarta, kepada siapa kami memberikan kepercayaan sepenuhnya
3. Sikap kami dari semula sampai sekarang adalah untuk mewujudkan cita – cita kami dengan menghindarkan terjadinya tindakan – tindakan kekerasan

III. Petunjuk dalam perundingan
1. Mengusahakan agar perkembangan masyarakat dan ekonomi rakyat dapat berlangsung secara normal juga dalam masa peralihan ini pengertian bahwa kami menunggu adanya keputusan, keputusan mengenai nasib Indonesia.
2. Pertemuan kedua pada tanggal 20 Desember 1945 antara PKRS dan CONICA. DR. Ratulangie mengusulkan adanya Panitia Penghubung terdiri dari 3 orang yang disusun dengan pemufakatan raja – raja.
Pihak CONICA menyetujui pembentukan Panitia Penghubung, tetapi mereka telah mengangkat sebelumnya A. Ijo selaku Sombaya di Gowa dan Pabbenteng menjadi Arumpone. Arsiteknya ialah cendikiawan tokoh – tokoh politik Sonda,Daeng Mattayang, Najamuddin Daeng Malewa, Abdullah Daeng Mappuji, Baso Daeng Malewa, Abd. Rajab, Mr. S. Binol, Husein Puang Limboro, dll.
Pada tanggal 25 Pebruari 1946, CONICA telah berhasil membentuk Dewan Penasehat yang terdiri dari anggota – anggotanya antara lain : A. Pebbenteng, Laode Fahili, La Cibu, Najamuddin Daeng Malewa dan Sonda Daeng Mattayang.
SERUI
Pada tanggal 15 April – 17 Juni 1946 Gubernur Sulawesi DR. Ratulangie bersama 6 orang pembantu – pembantunya dipenjarakan di Hoge Pad Weg,


Penjara Makassar (1946)

dan selanjutnya dibuang / diinternir ke Serui (P. Yapen). Rombongan I diangkut dengan kapal terbang CATALINA, pada tanggal 18 Juni 1946, yang terdiri atas 3 keluarga yaitu keluarga DR. Ratulangie, Lanto Daeng Pasewang dan J. Latumahina. Keluarga lainnya tiba melalui kapal laut.


Scetch of the arrival of exiled persons (1946) at Serui

Tindakan pengasingan itu agaknya dimaksudkan untuk
a. mempercepat penyerahan kekuasaan dari pihak sekutu kepada NICA yang berlangsung pada tanggal 10 Juli 1946
b. mengadakan konferensi Malino pada tanggal 15 – 25 Juli 1946, sebagai embrio pembentukan NIT
c. Melalui NIT, merealisir NIGEO, yang telah direncanakan sejak Pemerintahan pelanan Nederland Indie ke Australia
Di Serui terdapat kesepakatan antara beliau – beliau untuk mendirikan Partai Kemerdekaan Indonesia Irian berpusat di Serui yang dilaksanakan pada akhir tahun 1946.


The 7 exiles and Oom Silas Papare

Para beliau mendekati Bapak Silas Papare seorang mantan anggota tentara Amerika Serikat dan bekerja sebagai manteri kesehatan di Serui. Peranan Bapak Latumahina cukup bersar, karena pada umumnya para anggota Zending di Irian sebagian besar berasal dari Maluku.
Dari kalangan pemuda yang mendukung ide antara lain Stefanus dan adiknya. Yang bersangkutan pernah ditahan pada kantor Polisi Serui bersama Sdr. Palangkey Daeng Lagu, karena mereka berdua mengunjungi (dataran Pulau Irian). Atas perjuangan DR. Ratulangie keduanya dibebaskan. Lain halnya Bapak Silas Papare dimana beliau ditangkap oleh pemerintah dan dibawa ke Hollandia untuk dipenjarakan.
Pengasingan ke Serui, memberi kesempatan kepada DR. Ratulangie untuk menyusun konsep buku “Indonesia diatas papan catur politik internasional” yang menurut beliau akan dipersembahkan kepada bangsa Indonesia.
Kami sempat menerimanya dari tangan pertama, karena pada suatu kesempatan kami mengancam beliau bahwa di Serui akan diadakan pemberontakan fisik dipimpin oleh kami. Kami akan membunuh Controleur den Hertog bersama isterinya, dikala beliau sedang berjalan – jalan sore hari di Serui. Alasan: kami telah mati . sebelum mati.
Beliau menanyakan kepada kami, darimana Nudin memperoleh senjata. Kami jawab, bahwa kami memperoleh dukungan dari polisi asal Minahasa dan Ambon. Yang kami takuti ialah apabila Oom Sam dan tante serta anggota lainnya akan dibunuh oleh pihak Belanda.
Spontan beliau menjawab itu rencana gila Nudin. Ngoni mau apa ? Kami menjawab : ajarlah kami Oom tentang politik. Ngoni atur waktu. Maka diadakanlah pendidikan oleh beliau 2 x seminggu.
Catatan : Buku tersebut tidak sempat dipubliser sampai beliau meninggal pada tahun 1949 di Jakarta. Mayat beliau disemayamkan di Tondano (Minahasa) tempat kelahirannya. Disini didirikan sebuah TAMAN dengan sebuah patung besar setengah badan. Untuk mengenal lebih mendalam, siapa DR. G.S.S.J. Ratulangie. Pada kesempatan yang baik ini, kami akan jelaskan sebagai berikut :

A. Beliau memulai pembahasannya tentang negara CHINA, sejak Zaman Keizer Ming, seterusnya ke Sun Yat Tsen dengan konsep San Min Chui-nya yang terkenal dan dilanjutkan ke Generalisme Chiang Kai Shek dengan konsep Kuo Mintang – nya. Beliau mengupas tentang famili Chung, yang oleh beliau dianggap komparador imprealisme Barat.
Beliau menjelaskan juga tentang Perang Boxer dimana pelabuhan Syang-Hai dipaksakan dibuka oleh Amerika Serikat melalui pengiriman kapal perang. Beliau menjelaskan juga mengenai perang Chiang melawan komunis Mao Tse Tung dan juga tentang perang Chiang melawan Jepang. Dari kupasan beliau diatas, beliau mengambil kesimpulan bahwa daratan China akan dikuasai oleh Mao Tse Tung.

B. Selanjutnya dikupas pula mengenai perang Jepang melawan Rusia pada tahun 1904 – 1905, yang dimenangkan oleh pihak Jepang. Kaitan dengan peristiwa ini, beliau mengarang buku tentang “Pacific in de branding”

C. Akibat perang dunia II, setelah kapitulasi pihak Jepang terhadap Sekutu, pada tanggal 14 Agustus 1945, beliau mengambil kesimpulan, bahwa Amerika Serikat akan membangun negeri Jepang, sebagai “anti pode” berkuasanya Mao Tse Tung di dataran China. Eropa Barat yang porak poranda akan dibangun oleh Pemerintah Amerika Serikat yang dikenal kemudian melalui “Marshall Plan”, menghadapi komunis Uni Sovyet.

D. Selanjutnya beliau mengupas tentang kedudukan Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Menurut beliau, bahwa Amerika Serikat memandang letak geografis Indonesia sangat strategis. Pihak Amerika sangat berkepentingan dan tidak menghendaki labilitas politik di Asia Tenggara menghadapi komunisme internasional. Kita ketahui bahwa di Indo – China pun sedang terjadi pemberontakan menghadapi pemerintah kolonial Perancis.
Beliau mengambil kesimpulan bahwa Pemerintah Belanda akan dipaksa oleh majikannya Pemerintah Amerika Serikat untuk berunding dengan pihak Republik Indonesia dan Indonesia akan keluar sebagai pemenang.

E. Selain itu, beliau mengupas tentang kemungkinan pecahnya Perang Dunia ke III. Bahwa dalam perut bumi di Asia Tengah tersimpan milyarden ton bensin dan minyak tanah. Dunia ini berputar dengan bensin dan minyak tanah. Siapa yang menguasai Asia Tengah dia akan menguasai dunia.
Mengenai latar belakang pergolakan diwilayah ini, beliau mengupas tentang peranan Ballfour, Singa padang pasir pada peristiwa Perang Dunia I, yang mengeluarkan “Ballfour Declaration”. Bahwa negara Mesir harus diisolir dari Turki. Untuk itu dibentuk “bufferstate”, meliputi negara Jordania di bawah protectoraat Inggeris, Libanon dibawah Perancis dan Palestina oleh keduanya. Oleh Pemerintah Inggeris diangkat ayah Raja Husein menjadi Raja.
Setelah Perang Dunia II usai, Zeonisme bangkit dan menggegar kekacauan di negara Palestina. Pada akhirnya mereka berhasil memojokkan kekuasaan Inggeris dan berdirilah negara Zeonist yaitu Israel. Selain itu beliau menjelaskan peranan Yahudi dalam perekonomian Amerika Serikat bahwa Wall Street dikuasia oleh orang Yahudi, demikian pula Bank of Swiss dan bahkan Bank of London. Bahwa orang Yahudi itu Keras Kepala, tercantum dalam Bybel Oom dan Alquran Nudin, katanya.
Dalam menutup karangan beliau itu, beliau mengambil “kesimpulan diatas kesimpulan” (conclusie boven conclusie) :
a. Bahwa komunis Mao Tse Tung akan menguasai dataran China
b. Negara Jepang akan dibangun kembali oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai Antipode diatas
c. Pihak Belanda akan dipaksa oleh majikannya Amerika Serikat untuk berunding dengan pihak Republik Indonesia, dan Indonesia akan keluar sebagai pemenang
d. Pecahnya Perang Dunia III, kemungkinan besar akan meletus di Asia Tengah. Semua perhitungan orang lain salah dan inilah yang benar.
Akibat Perjanjian Renville setelah Clash I, seluruh rombongan dikembalikan ke Yogyakarta (Ibukota RI).
Disini beliau menderita sakit dan dirawat di Jakarta. Sebelum itu, puteri – puteri beliau telah dikirim ke Jakarta untuk bersekolah.

Ujung Pandang, 30 Juli 1996
Ir. Zainuddin Daeng Maupa
DAFTAR PUSTAKA
1. Arus Revolusi di Sulawesi Selatan (Dewan Harian Daerah Angkatan 45 Prop. Sul – Sel Masa Bhakti 1985 – 1989)
2. Indonesia Diatas Papan Catur Politik Internasional oleh DR. G.S.S.J. Ratulangie (tidak sempat dipublikasikan)
*) Purnawirawan Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian, Alamat sekarang : Ujung Pandang : Telepon : 0411 – 851265

Di-upload ke Laniratulangi’s Blog, 31 Maret 2010
http://laniratulangi.wordpress.com/

0 komentar:

Post a Comment