Selama ini naskah-naskah tua Bugis berupa epos yang paling terkenal adalah I La Galigo yang ditulis oleh Colliq Pujie atau yang lebih dikenal Arung Pancana Toa dan kemudian di tulis dan diterbitkan oleh Dr.B.F Mathhes.
Dalam beberapa naskah tua yang ditulis oleh Colliq Pujie ada satu naskah tua yang juga sangat menarik yang ditulis pada gulungan Lontaraq yang sangat indah dan salah satu paling terbaik yang dimiliki oleh masyarakat Bugis Makassar. Naskah tua tersebut yaitu Sureq Baweng yang ditulis pada sebuah wadah gulungan Lontaraq yang sangat fenomenal dan sangat langka.
Dalam tulisan pengantar yang ditulis Swary Utami yakni Colliq Pujie adalah pengarang dan intelektual perempuan yang lahir pada abad 19 di Sulawesi Selatan. Salah satu ikon yang sangat terkait erat dengan Arung Pancana ini adalah karya sastra La Galigo. Entah apa yang ada di benak Colliq Pujie ketika dia menyetujui permintaan B.F. Matthes, seorang missionaris Belanda, untuk menyalin kembali epos besar Bugis La Galigo tersebut. Nyatanya, salinan ulang tersebut lebih dari seratus tahun kemudian masih terus mencengangkan dunia. Tidak hanya panjang epos yang melebihi Mahabharata ini yang dikulik ahli dari beberapa negara. Colliq Pujie pun menjadi subjek perbincangan dan penelitian.
Mencoba menelisik karya-karya yang ditulis oleh Colliq Pujie salah satunya adalah Sureq Baweng dan kemudian diakhir gulungan tersebut adalah Kutika Bilengeng Duappulo.
Kemudian mencoba mengumpulkan referensi sebanyak mungkin perihal Sureq Baweng namun sangat disayangkan naskah tua Sureq Baweng sangat kurang untuk di bahas selama ini dibandingkan dengan saudaranya yakni Epos I La galigo walaupun sang penulisnya adalah sama yaitu Colliq Pujie
Dalam tulisan Nirwan Ahmad Arsuka La Galigo dan Kanon Sastra Dunia: Penciptaan dan “Penemuan” Manusia , tertanggal 26 Agustus 2010. Sempat menyebutkan Sureq Baweng hanya saja tidak ada pembahasan lebih lanjut. Dan hanya satu tulisan yang paling memberikan pembahasan yang cukup atau bisa dikatakan termasuk sangat baik adalah tulisan Roger Tol , Rolled up Bugis stories : A Parakeet's song of an old marriage calendar ,yang disajikan pada perayaan 17 tahun Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia di Melbourne Australia yang berlangsung pada tanggal 1-3 Juli 2008.
Pembahasan Sureq Baweng pada tulisan Roger Tol
Ketika memasuki koleksi Bataviaasch Genootschap tahun 1898 tertuju ke gulungan lontar Sureq Baweng. Roger Tool melihat Terdapat 5 identifikasi yang mudah bagi pelajar luar maupun dalam negeri terutama dari Bugis karena edisi teks Sureq Baweng telah diterbitkan 25 tahun sebelumnya oleh Bugis and Makassarese studies, B.F. Matthes (Matthes 1872a: 308-51). Menurutnya teks ‘well known among the Buginese’ and ‘very much loved’ (Matthes 1875:60; 1872b:139). Untuk edisi nya Matthes belajar dan memanfaatkan naskah ditulis oleh Arung Pancana. "(Matthes 1875:60) . Versi lontara dari Sureq Baweng memang sepertinya agak berbeda jauh dari versi yang dipublikasikan oleh Matthes namun menurut Mathhes Arung Pancana Toa telah melakukan yang terbaik untuk menyajikan dengan dipoles dari teks yang dibaca secara baik.
Dalam katalog tentang naskah Bugis dan Makassar Matthes mengakui perannya: ‘This manuscript was written by the frequently mentioned Arung Pancana and examined carefully by her’ (Matthes 1875:60). Dan dalam komentarnya terhadap naskah, ia menyatakan bahwa naskah ‘was reread numerous times [by her] so that, according
to the Buginese who have seen it, nowhere else a text of equal quality can be found.’ (Matthes 1872b:139.).
Dibandingkan dengan versi beberapa yang ditemukan cerita Sureq Baweng misalnya banyak tidak lengkap ini arena banyaknya proses penulisan ulang yang tidak hati-hati. Walaupun inti sebagai konteks sangat berperan dalam sebuah naskah yang sangat 'hidup' yang memiliki fungsi dalam masyarakat Bugis.
Beberapa teks dari Baweng Sureq adalah fragmen besar pada intinya sebuah prediksi tentang perkawinan, yang memiliki makna pengajaran atau nasihat-nasihat dari keseluruhan cerita utama. Dalam edisi Matthes banyak 'fragmen ( dialog)” dari awal hingga akhir pada gulungan lontar, Dan pada akhir gulungan tersebut disajikan gambaran budaya yang sarat muatan lokal Sulawesi Selatan yang sangat tua yakni penjelasan penggunaan sistem kalender yang khas yang disebut kotika Bilangeng duappulo, yang mengacu pada siklus dua puluh hari. ( Lihat Postingan).
Banyak kisah cinta yang disajikan ? Matthes (1872b :138-9) salah satu contoh yaitu :
…. [...] seperti sureq assiséngerreng merupakan ungkapan keinginan hati yang kuat itu. 'Pemilik burung yang yanga nama burung tersebut baweng' baweng punnaé atau diperkenalkan pada awal, merupakan cerita mengharukan mengingat burung kesayangannya, yang telah terbang jauh dengan burung yang indah ke tempat lain Dia merenungkan sebuah rasa rindunya akan burungnya. Sang pemilik berung bertanya sekelilingnya hingga ke pedagang-pedagan asing yang datang ke kampungnya. Inilah sebuah perumpamaan akan kehilangan seorang kekasih Ketika akhirnya dia melihat dirinya dicintai seseorang , namun disaat itu ia menemukan bahwa hatinya telah terasing dari dirinya, namun jantungnya terus berdetak kencang…[…].
Keterkaitan Sureq Baweng pada literature lain
Hal yang menjadi perhatian khusus apa yang disajikan pada edisi Mathhes yang mengacu pada Sureq Baweng. Fragmen diaolog dan cerita tersebut ternyata memiliki sebuah kualitas sejarah dan religius yang diketahui banyak memiliki kesamaan dari literatur lain.
Dalam literatur Melayu misalnya ada banyak contoh teks-teks yang sama di mana catatan sejarah dan biografi disajikan dalam bentuk puisi dengan pemaknaan hewan sebagai tokoh protagonists.
Selain itu adalah contoh dari 'cerita berbingkai' seperti socalled India atau Hindu Klasik,
kemudian sastra Persia yang telah meberikan pengaruh besar pada literatur Asia Tenggara terutama literatur Melayu .
Seperti contoh Literatur Melayu yang sangat terkenal yaitu Hikayat Bayan Budiman.
Hikayat Bayan Budiman adalah salah satu dari beribu hikayat yang disadur dari cerita-cerita arab-parsi dan juga berasal dari cerita-cerita Hindu klasik. Pada dasarnya Hikayat Bayan Budiman berasal dari hikayat sangsekerta Sukasaptati yang terdiri daripada dua versi. Pemunculan dua versi ini terkait dengan latar belakang tiap penulis mengenai kebudayaan dan agama sehingga membuat cerita ini berubah dan mengikuti kebutuhan masyarakat yang menjadi sasarannya. Secara khusus naskah yang akan dijadikan sumber data ditulis pada 1371[1]
Bila ditinjau secara sederhana kemungkinan adanya saling keterkaitan yang erat dalam segi literatur.
Pada umumnya dikalangan masyarakat Bugis bahwa Sureq Baweng ditujukan kepada seseorang yang menjadi tokoh heroisme tertentu seperti contoh yakni La Tenri Tatta terkenal dengan nama La To Appatunruq Petta Malampe Gemmeqna Daeng Serang Arung Palakka, beliau pergi melalui Buton ke Jawa untuk lalu dia kembali. Walaupun banyak lagi tokoh-tokoh heroisme yang lain untuk digambarkan. Ketika mengacu pada baweng punnaé atau 'pemilik burung baweng' kita akan tertuju dengan sang kekasih yang setia menunggunya. "
Dan akhirnya kita melihat Sureq baweng ini dengan kiasan yang tinggi akan penggambaran bagaimana kita bisa mengenali dan mengetahui sosok sang pendamping hidup (istri) yang baik dalam menjaga martabat suami.
Komposisi Tekstual Sureq Baweng Pada Tulisan Roger Tool
Inti 'Sureq Baweng di Matthes (1872a) memiliki 2802 garis dengan delapan suku kata. Di sekitar tiga perempat dari teks cerita berkembang tentang sistem kalender yakni untuk perhitungan akan keberuntungan dan kesialan. Ada baiknya kita akan merujuk ke bagian 'teks kotika' yang umumnya dikenal karena intinya adalah hingga ini berlanjut sampai akhir cerita, sehingga satu seperempat dari Sureq Baweng ditandai dengan prediksi dan perhitungan. Komposisi tekstual dari lontar ini sedikit lebih rumit. Alasan utama adalah bahwa teks hanya tidak lengkap, ada bagian yang hilang, dan pengaturan tidak lagi tersusun dengan baik .( Lihat Postingan ) Teks ini juga jauh lebih kecil dalam ukuran dan hanya memiliki 771 baris. Walaupun dari awal sampai garis 298 bisa gabungan teks dengan kotika, bila dijadikan satu dengan Sureq Baweng . Teks kotika adalah penciptaan hampir tak berujung dan pengulangan yang sangat saling berkaitan satu sama lain, dengan proses narasi yang sering diulang-ulang. Misalnya baris berikut ini :
10 Makkedi Kunéng Loloé,
11 Daéng Parénréng Ajué,
12 bissu terruq akasaé,
13 nalanyu-lanyué letté
14 napasaddaqé rakileq:
15 ‘Iko mennang maloloé,
16 rékkua lao ko mita
17 parukusemmu la éloq,
"Kemudian berbicara Kunéng Loloé, Daeng Ajué Parénréng,
Yaitu Bissu yang banyak mengetahui, diikuti dengan suara guntur, dan dengan suara petir dan berkatalah Bissu "Kau anak muda, ketika Anda akan mencari jdoh di masa depan…."
Bagian kedua dari ucapan merupakan phal petunjuk, yang sering juga dinyatakan dalam istilah keberuntungan (seperti garis 21,22,25).
18 musiduppa lao cemmé
19 makkunrai maloloé,
20 ajaqmu marakka-rakka
21 palutturi manuq-manuq
22 paddibola i duta.
23 Madécéng cinampaq mua,
24 madodong ri munri ritu,
25 dalléq ripadallékangngéng ngi.’
"Ketika melihat seorang gadis cantik turun ke sungai,
Pabila ada hati untuk untuk mengenal dia. maka jangan terburu-buru
biarkan burung terbang. Lebih baik menunggu beberapa saat, Tunggulah saat kesempatan baik datang".
Dan begitu teks berjalan terus. Terutama ketika bissu memberikan nasihat tentang gadis yang baik.. Bagian ini khusus dimulai pada garis 197 dan berlangsung untuk 100 baris berikutnya lalu terhenti. Ini adalah suatu hal untuk memberikan ruang bagi pembaca dalam menyerap inti atau maksud dari naskah tersebut sehingga memang ada bagian-bagian tertentu di sengaja terhenti mendadak agar dapat dimengerti dengan baik bagi si pembaca dalam menerima gambaran dari maksud yang tersembunyi..
Sureq Baweng adalah salah satu Naskah Tua daru ribuan naskah-naskah tua yang tersebar di Sulawesi Selatan Barat, Indonesia, Nusantara hingga yang tersimpan di berbagai tempat di Eropa. Sureq Baweng salah contoh besar naskah tua yang berasal dari Sulawesi Selatan barat yang ditulis oleh seorang tokoh Cendekiawan Wanita yakni Arung pancan Toa yang sangat berpengaruh pada kesusteraan Sulawesi Selatan dan Barat walaupun peranan B.F Mathhes pun juga sangat membantu dalam penyelamatan naskah-naskah tersebut. Semoga seperti Sureq Baweng lebih juga dikenal secara luas selain Sureq I La Galigo sebagai karya terbesar yang dimiliki oleh masyarakat Sulawesi Selatan dan Barat.
Harapan terbesar saat ini adalah memberikan ruang khusus dalam penyelamatan naskah-naskah tua Bugis Makassar dalam pengkajian dan penyebaran informasi secara luas agar generasi-generasi muda Sulawesi Selatan dan Barat lebih mengetahui akan budaya lokal-nya sehingga pemeliharaan dan kecintaan akan budaya serta sejarah semakin meningkat.
Sumber
-Roger Tol , Rolled up Bugis stories : A PARAKEET’S SONG OF AN OLD MARRIAGE CALENDAR , yang disajikan pada perayaan 17 tahun Biennial Conference of the Asian Studies Association of Australia di Melbourne Australia yang berlangsung pada tanggal 1-3 Juli 2008.
- Putri Eka Juliarni , Perilaku Penanda Negasi dalam Hikayat Bayan Budiman
- Nirwan Ahmad Arsuka La Galigo dan Kanon Sastra Dunia: Penciptaan dan “Penemuan” Manusia , 26 Agustus 2010
- The Malay Concordance Project, Australian National University (1)
- Matthes, B.F. 1868 De Makassaarsche en Boeginesche kotika's. [Makassar : Sutherland]. [Reprinted in Brink 1943:458-96.]
1872a Boeginesche chrestomathie, tweede deel. Amsterdam: Spin & Zoon
1872b Aanteekeningen op de Boeginesche chrestomathie. Amsterdam: Spin & Zoon.
- Swary Utami Dewi, April 2009 Colliq Pujie : Perempuan cerdas, unik dan perkasa dari Bugis.
Sumber Gambar
- Hikayat Bayan Budiman, 15 Nopember 2007 http://klasik.blogmas.com/
-Roger Tol , Rolled up Bugis stories : A PARAKEET’S SONG OF AN OLD MARRIAGE CALENDAR.
- Swary Utami Dewi, April 2009 Colliq Pujie : Perempuan cerdas, unik dan perkasa dari Bugis http://sudewi2000.wordpress.com/
Download File KLIK >>>> Sureq baweng
1 komentar:
sangat menarik. . .
Post a Comment