Jan 5, 2011

* Allangkanangnge Ri Tanete Sarepao sebagai Ibukota Kerajaan Cina ( Pammana )

Oleh Nor Sidin


Kerajaan Cina pada epos I la galigo sangat penuh misteri, cerita lisan yang selama ini beredar tentang di mana pusat Kerajaan cina sangat kabur karena ada beberapa daerah juga di luar Wajo pun mengklaim bahwa daerahnya merupakan ibukota kerajaan Cina dahulunya. Walaupun dalam penggambaran topograpgy sekarang wilayah Kerajaan cina saat ini telah terbagi menjadi dua bagian besar wilayah dimana dibagi oleh dua kabupaten yaitu Kabupaten wajo dan Bone.
Sampai saat ini penguatan sastra lisan dan berupa situs serta sastra tulisan berupa naskah-naskah lontaraq memang lebih cenderung tertuju bahwa Kerajaan Cina dahulunya berpusat di salah satu daerah di Kabupaten Wajo yaitu Pammana.

Beberapa daerah di wilayah kecamatan Pammana saat ini banyak memberikan gambaran sangat jelas bahwa Kerajaan Cinna memang dahulunya berpusat disin. Dan sampai saat ini penguatan identitas akan tertuju pada suatu kawasan yanmg bernama Allangkanangnge Ri Tanete yang berada di suatu dusun yaitu Dusun Sarepao.

Sarepao

Dalam berapa buku-buku yang mengupas sejarah Sulawesi Selatan seperti buku yg ditulis Cristian Pelras yang berjudul The Bugis yang diterbitkan di tahun 1996 oleh Penerbit Blackwell di Inggris.
Buku ini sangat kaya dengan detail yang didasarkan pada hasil kajian berbagai ahli, tapi buku ini memiliki plot yang "sederhana." Dalam plot ini diasumsikan adanya satu entitas/ kelompok masyarakat "Bugis" dan entitas ini memiliki sejarah (artinya ada asal-usulnya) dan mengalami proses evolusinya (2)
Dalam buku tersebut pada intinya mengacu pada sosok tokoh dari sekelompok masyarakat yang dikenal dengan nama To Ugi dimana pemimpinya bernama La Santumpugi (4). Dan La Santumpugi juga merupakan ayah dari We Cudai istri dari Sawerigading yang dikisahkan dalam epos I La Galigo. walaupun pada buku Manusia Bugis Ada 3 hal besar yang dianggap bermasalah dari narasi Pelras atas masyarakat Bugis dalam buku ini. Dari ketiga hal tersebut hal besar yang pertama disebabkan oleh terbatasnya kajian tentang Sulawesi Selatan untuk menopang satu buku yang mencoba bersifat komprehensif seperti buku ini. (1) Namun dibalik itu Buku ini menjelaskan kronik besar yang berkisah tentang apa yang diyakini oleh Pelras sebagai masyarakat Bugis yang, dalam bahasanya sendiri "yang bertahan dan yang berubah." Ini bukanlah sebuah buku yang berkeinginan untuk menjelaskan apalagi berdebat tentang masyarakat Bugis di saat ini, atau apakah yang ada adalah berbagai masyarakat Bugis dengan segala keanekaragamannya, atau pun kenapa masyarakat Bugis mendapat bentuknya yang sekarang. Buku ini adalah buku pengantar sekaligus buku referensi (2)

Kita kembali kepada situs-situs yang dapat mendukung di mana letak pastinya pusat kerajaan Cina dahulunya. Menurut pedagang antik di Ujung Pandang dan Palopo, sebagian dari potongan-potongan barang antik berupa keramik dan lain sebagainya ditemukan di Luwu dan Selayar. Walaupun ada juga Keramik berasal dari abad 13 M atau abad 15 M juga dapat ditemukan di daerah pedalaman lembah WalennaƩ , Dari hasil penggalian di lembah sungai Walanae yang di fokuskan dari berupa reruntuhan situs dan makam-makam kuno yang paling banyak ditemukan adalah keramik China yg berasal dari abad ke 16 terutama wilayah Sarepao (3.1992: Ch 5-13.). Dan dalam penelitian The Earthenware from Allangkanangnge ri Latanete excavated in 1999 yang dilakukan oleh team The South Sulawesi Historical and Prehistoric Archaeology Project ,Australian National University yakni David Bulbeck dan Budianto Hakim dari Balai Arkeologi Makassar . Berikut kutipan dari tulisan Allangkanangnge ri Latanete excavated in 1999 yakni :
Allangkanangnge, terletak di kampung Sarepao, desa We Cudai, kecamatan Pammana, kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan, Indonesia. (1)





Ini adalah salah satu situs tempat memiliki nila sejarah tinggi. Allangkanangnge terkenal menjadi istana dari We Cudai (Epos I La Galigo), dan dikenal sebagai pusat istana kerajaan Cina sampai Cina berubah nama menjadi Pammana. Survei arkeologi situs kembali dilakukan pada pertengahan abad kedua puluh, saat Kaharuddin (1994) menghasilkan sketsa peta situs, tapi tidak ada survei sistematis isi permukaan situs atau penggalian ilmiah sampai ekspedisi Inggris-Indonesia yang dipimpin oleh Ian Caldwell ( University of Leeds). Antara 1- 3 Agustus 1999, tim Inggris-Indonesia, yang termasuk salah satu penulis laporan ini (BH), dikumpulkan 251 keramik (tradeware) pecahan berserakan di permukaan, dan digali pola system meter persegi di dalam wilayah yang diidentifikasi oleh Kaharuddin sebagai daerah pusat utama ( sherdage konsentrasi) (1)

Semua keramik-keramik (tradewares) antara abad 13M – 17M, selain itu ada beberapa jumlah yang berasal dari abad 19-20 M. Pusat permukaan yang mencerminkan penggunaan terbaru dari situs - terutama, yang ditingkatkan menjadi situs monumen oleh masyarakat lokal (Bulbeck 2000; Bulbeck dan Caldwell 2000 ). Sampel lainnya yang berupa cangkang laut, yang merupakan spesies mangrove (Academy of Natural Sciences 2004), adalah tanggal ke 820 + / - 60 BP (ANU-11352). Dilihat ini akan sesuai juga sekitar abad 13M , jika sampel adalah terestrial, tetapi harus dilakukan penyisihan atas isi karbon laut ini berupa sampel intertidal. Usia juga bisa pada abad 14 M atau ke 15 M, jika kita berasumsi bahwa setengah dari kandungan karbon laut, namun perlu dicermati (75% karbon laut) akan menunjukkan 1 / 14 pada awal abad 17M. Rentang usia yang disebutkan sebelumnya sangat cocok dengan 13M sampai dengan abad 17M di indikasikan untuk keramik-keramik Allangkanangnge Sarepao , dan dengan demikian menegaskan status situs sebagai pusat pra-Islam Kedatuan Cina. (1)
Dari kutipan dari tulisan Allangkanangnge ri Latanete excavated in 1999 memberikan penguatan identitas akan letak pastinya pusat kerajaan Cina yakni Sarepao. Namun ada beberapa hal yang mejadi tanda tanya besar akan kajian penelitian arkelogi yang dilakukan oxis apabila dikaitkan dengan epic I La Galigo dimana kurun waktunya yang sangat berjauhan apalagi bila merunut tentang kajian epos I lag Galigo yang diperkirakan pada era abad ke 9M – 10 M, dan yang hanya bisa ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan bahwa peradaban tersebut memang di sekitar abad ke 9 M dan kontak perdagangan yang terjadi dalam skala besar terjadi di abad ke 13M ( mohon lihat postingan Kekuatan Ekomi dalam Perdagangan Pelaut Bugis – Makassar ).

Saran

Kesadaran akan nilai-nila budaya serta sejarah adalah milik bersama bukan segolongan atau sekelompok lapisan tertentu saja.

Hal yang menjadi perhatian serius bagi pemerintah propinsi Sulawesi selatan khususnya pemerintah tingkat II kabupaten Wajo adalah memberikan pemeliharaan dan pelestarian situs ini karena bisa dikatakan 90% situs ini sudah hancur dan tidak ada sama sekali perhatian.

peranan pemerintah serta bersama masyarakat merupakan andil besar dalam kelangsungan perjalanan nilai-nilai sejarah



Semoga kajian-kajian berupa penelitian baik berupa penelitian arkeologi dan antropologi dapat membantu penguatan beberapa sastra lisan yang selama ini beredar di Pammana terutama juga penguatan ke beberapa naskah tua berupa lontarak yang selama ini dijadikan sumber referensi untuk penulisan buku-buku sejarah.



Sumber :
- (1)The Earthenware from Allangkanangnge ri Latanete excavated in 1999, Date of Document: 27 June 2005 , David Bulbeck ,School of Archaeology and Anthropology, The Australian National University, Canberra, Australia and Budianto Hakim, Balai Arkeologi Makassar, Makassar, South Sulawesi, Indonesia,
- (2) Tentang Manusia Bugis Karya Pelras Oleh Dias Pradadimara (Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makassar)
- (3). Bulbeck, F.D., 1992, 'A tale of two kingdoms; The historical archaeology of Gowa and Tallok, South Sulawesi, Indonesia, Australian National University, Canberra.
- (4) Pelras, C, 1971, The Bugis, Oxford: Blackwells
- Caldwell Power, state and society among the pre-islamic Bugis In: Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde.

1 komentar:

Unknown said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment